Menghebohkan Anak Sekolah yang Tertidur di Trotoar Selepas Jualan. Ternyata
- Seorang bocah kecil tertidur di depan sebuah trotoar di kawasan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Posisinya tidak terlentang, melainkan bersandar pada sebuah dinding pagar. Sang bocah tampak masih mengenakan seragam sekolah lengkap: pakaian pramuka, sepatu, dan setangan leher alias kacu merah-putih.
- Di depan sang bocah tampak sebuah kardus kecil berisi tisu dan aneka jajanan. Rupanya bocah yang diketahui bernama Abil Alifudin itu tengah berjualan. Selepas sekolah, dia mencari rezeki dengan berjualan tisu dan aneka jajanan anak-anak.
- Foto Abil, begitu sang bocah biasa dipanggil, tersebar di media sosial pada akhir pekan kemarin. Bagaimana cerita tentang Abil, yang berjualan selepas sekolah?
- "Awalnya sudah setahunan saya jualan," kata Abil saat ditemui detikcom di kontrakannya, Gang H. Toncit, Jagakarsa, Tanjung Barat, Jakarta Selatan, Minggu (19/3/2017).
- Anak kelahiran 18 Januari 2004 ini mengaku berjualan setiap hari setelah pulang sekolah, pada pukul 14.00-22.00 WIB. Hasil dari berjualan sebagian dia gunakan untuk membeli perlengkapan sekolah dan membantu ibu. Jika ada sisa, Abil menggunakannya untuk sekadar bermain ke warnet (warung internet).
- "Uangnya buat beli tas, sepatu, kasih ke ibu, sama main warnet (warung internet)," kata Abil.
- "Pulang jualan sampai rumah jam 22.00 WIB, sudah malam, tapi saya dari warnet belajar dulu di rumah teman buat ngerjain tugas juga," tambah Abil. Kali ini dia sambil menahan tangis.
- Dia sering mengambil barang jualan, seperti tisu, kepada Irma atau yang sering disapa Umi oleh Abil. Setiap hari ia diberi 10-20 tisu per hari untuk dijual.
- "Jualan tisu atau kue kering, juga keripik. Kalau tisu biasanya ambil ke Umi (Irma). Sehari bisa habis 10-20 tisu, itu sekitar 25 ribu rupiah, tapi kadang ada yang ngasih jadi bisa 50 ribu sehari," imbuhnya.
- Akibat sering berjualan hingga malam, tak jarang Abil ketiduran di ruang kelas saat jam pelajaran sekolah. Teman-teman di kelas pun pernah meledeknya.
- Namun, bagi Abil, selama yang dia lakukan benar dan halal, itu tak jadi soal. "Saya sempat diledekin kayak, 'Dih Abil jualan, malu-maluin'. Kayak gitu, tetapi ya sudah nggak apa-apa, yang penting halal. Pernah ketiduran juga di kelas, terus dibangunin guru," kata Abil sambil terisak.
- Bukan hanya teman, guru dan orang tua juga tahu Abil sering berjualan sepulang dari sekolah. Kini Abil duduk di bangku kelas IV SD. Dia bersekolah di SDN 09 Tanjung Barat. Ketika ditanya apakah sang guru tahu bahwa dia berjualan, Abil cerita bahwa gurunya tahu.

- "Guru kelas tahu, tapi dia cuma bilang nggak apa-apa yang penting halal. Saya juga tetap belajar kalau habis main warnet," kata anak keempat dari lima bersaudara ini.
- Abil merasa, untuk memenuhi kebutuhannya, ia harus berjualan. Meski sempat dilarang oleh orang tua dan kakaknya, hal itu tidak membuat dia berhenti berjualan.
- "Ia sempet dilarang sama orang tua, tapi saya emang mau jualan biar bisa nambah penghasilan," imbunya.

Simplifying our lives even in little ways can make a big difference because little changes can be accomplished quickly especially by giving more time and space so we can try other approaches to make our lives simple and uncomplicated. Living within our means is better than living beyond what we have. Being contented with what with have is also another way of living simply. When we are appreciative and grateful for the good in our lives; we are likely to be more physically active, more content in our day-to-day lives and suffer less health problems. If our financial situation is less than ideal, we should understand and accept our current circumstances, limitations, strengths and weaknesses. Acceptance is the key to create a simpler life because if not, then we will be overshadowed by feelings of inadequacy, guilt and comparison. Nobody is perfect. We have to embrace our strengths and weaknesses. But it doesn't mean that we have to stop learning. We just have to move on and then accept that no matter what we have, we still have limitations either in personal or circumstances. There might be things that are not yet possible considering our situations but we should be proud of what we have achieved so far because we did out best to reach them. We have to stop trying to reach success in the shortest time possible. We have to focus more on how to strive hard to achieve our goals rather than on the changes that we want to have in our lives. We also have to clear up misunderstanding. If our mind is occupied by an uncomfortable conversation, argument, or misunderstanding; we should be the one to make the effort to resolve the conflict. In the end, it's simpler. Moreover, good health makes everything simpler. Calming our frantic mind and worried heart just by putting everything into writing. We'll be surprised how seeing our thoughts in writing puts them into better perspective and provides clarity on what to do next. Furthermore, living simply is getting rid of many of the things we do so we can spend time with people we love and do the things we love. However, simplicity isn't always a simple process. Although, it doesn't necessarily have to be difficult; we just have to be willing to shift our focus. In fact, simplicity is a journey, not a destination. As we simplify our lives, we begin to see our real the essence. There is so much happiness in living a simpler life in which little things bring joy, improve our relationships and connections. This is an article about how a simpler life is better than the complicated ones by simply being contented with what we have. Article Source: https://EzineArticles.com/expert/Rosemarie_Sumalinog_Gonzales/1972656 Article Source: http://EzineArticles.com/9553165
Komentar
Posting Komentar